Inspiratif

Keunikan Rumah Adat Papua yang Memiliki Sejarahnya Masing-Masing

rumah adat papua

Papua daratan dengan sejuta pesona. Tempat wisata, budaya, hingga rumah adat bertabur dengan keunikan yang seringkali tak terekspos di mata dunia. Setiap unsur budayanya tak habis-habis membuahkan kata takjub.

Keberadaan ragam suku adat yang tersebar di tanah Papua membuat banyak sekali budaya yang perlu digali dan diketahui. Salah satunya adalah rumah adat yang berdiri di berbagai penjuru daerah Papua.

Tidak perlu ke Papua terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana rupa dan sejarah rumah adat Papua. Kami akan mengajak Sahabat berjalan-jalan untuk mengenal rumah adat Papua melalui tulisan berikut.

1.Rumah Honai

Gambar oleh Heru Heryanto di Unsplash)

Kalau yang ini, mungkin Sahabat sudah familiar, ya? Atap jerami berbentuk kerucut tumpul, dinding rumah dari kayu, dengan satu pintu di bagian depan. Sahabat pasti sudah sering melihatnya di buku pelajaran saat sekolah dasar atau poster rumah adat berbagai suku di Indonesia.

Benar, ini adalah rumah Honai yang dihuni oleh masyarakat suku Dani. Wujudnya persis seperti deskripsi di atas.

Yang mungkin jarang diceritakan adalah rumah ini khusus untuk dihuni laki-laki, terutama yang sudah dewasa. Namanya saja diambil dari kata ‘Hun’ yang berarti laki-laki dan ‘ai’ yang berarti rumah.

Bagian dalam rumah ini kosong tanpa perabotan lho, Sahabat. Hal itu sengaja dilakukan agar saat ada tamu, mereka akan duduk di lantai jerami bersama dengan tuan rumah untuk menunjukkan nilai kebersamaan dan kekeluargaan masyarakat Papua.

Namun, karena biasanya rumah ini berada di daerah pegunungan yang dingin, maka di dalamnya biasa dilengkapi dengan tempat pembakaran api unggun di bagian tengah rumah. Atapnya pun dibentuk menjadi kerucut tumpul untuk menangkal hawa dingin dan agar air hujan langsung turun ke tanah tanpa membasahi dinding rumah.

Ada satu lagi filosofi unik dari rumah Honai ini. Penggunaan ilalang atau jerami yang memiliki ujung tajam pada atap rumah menggambarkan orang Papua yang mandiri, kritis, kuat, dan mudah menyesuaikan diri. Keren ya filosofinya, Sahabat?

2.Rumah Ebei

(Gambar : kids.rid.id)

Kalau Honai untuk laki-laki dewasa, lalu perempuan dan anak laki-lakinya tinggal di mana? Jawabannya adalah di rumah Ebei.

Ebei diambil dari kata Ebe yang artinya tubuh dan Ai yang artinya perempuan. Jadi, secara harfiah artinya tubuh perempuan. Dinamakan demikian karena, masyarakat di sana menganggap perempuan adalah tubuh kehidupan setiap orang sebelum dilahirkan ke dunia. 

Anak laki-laki akan tinggal di rumah Ebei sampai beranjak menjadi laki-laki dewasa, kemudian mereka akan pindah untuk tinggal di rumah Honai.

Rumah Ebei menjadi tempat bagi para wanita untuk belajar berbagai hal sebagai persiapan menjadi ibu dan istri yang baik. Berbagai aktivitas dilakukan di dalam rumah ini setiap harinya, seperti memasak, kerajinan tangan, menjahit, dan lain-lain.

Bentuk rumah Ebei yang mirip dengan rumah Honai bukan tanpa makna, Sahabat. Bentuk yang sama yaitu lingkaran menggambarkan satu kesatuan dan sehati dalam pemikiran. Kedua rumah ini juga merupakan simbol harkat dan martabat suku Dani.

3.Rumah Kariwari

(Gambar: Rumah.com)

Dari suku Dani, kita bergeser ke suku Tobati-Enggros. Suku yang bertempat tinggal di pesisir Teluk Yotefa dan Danau Sentani ini memiliki rumah adat bernama Kariwari.

Namun, rumah dengan atap berbentuk limas segi delapan tingkat tiga ini tidak digunakan sebagai tempat tinggal, Sahabat. Rumah Kariwari ini  hanya digunakan sebagai tempat pendidikan dan ibadah.

Bentuk atap rumah Kariwari juga memiliki makna tersendiri. Masyarakat suku Tobati-Enggros percaya bentuk segi delapan dapat memperkuat rumah ini di segala cuaca. Bagian atasnya yang lancip merupakan simbol kedekatan manusia dengan Tuhan dan para leluhur.

Seperti atapnya yang memiliki tiga tingkat, rumah ini memiliki tiga lantai yang tiap-tiap lantainya terdiri atas satu ruangan besar. Lantai pertama digunakan untuk mendidik laki-laki remaja agar menjadi lelaki dewasa yang bertanggungjawab. Mereka diajarkan cara mencari nafkah, berburu, membuat senjata, memahat, berperang, dan masih banyak lagi.

Lantai kedua berfungsi sebagai tempat pertemuan kepala suku atau tokoh adat untuk membicarakan sesuatu yang penting. Sementara lantai paling atas, adalah untuk sembahyang dan memanjatkan doa.

Satu fakta unik lagi, kerangka rumah ini hanya tersusun dari 8 batang kayu, lho!

Baca juga : Selain Koteka, Kenali Pakaian Adat Papua Lain yang Memiliki Ciri Khas

4.Rumah Jew

(Gambar oleh Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Selanjutnya, ada rumah Jew yang fungsinya mirip dengan rumah Honai yaitu sebagai tempat tinggal laki-laki dewasa. Bedanya, rumah ini diperuntukkan bagi laki-laki dewasa yang belum menikah. Makanya, rumah ini juga dikenal dengan nama rumah Bujang.

Di sini, para lelaki bujang akan belajar dari lelaki yang sudah menikah. Mereka akan diajari keterampilan seperti menari, memainkan musik, dan mengelola sumber daya.

Selain untuk tempat belajar para lelaki bujang, rumah ini juga dijadikan tempat musyawarah mengenai berbagai urusan kehidupan warga seperti mendamaikan perselisihan, merencanakan pesta adat, perang, hingga menyelenggarakan upacara adat.

5.Rumah Kaki Seribu

Mendengar nama kaki seribu, pasti yang terlintas di benak adalah wujud hewan mirip cacing yang berkaki banyak. Nah, rumah ini kurang lebih memang mirip dengan hewan yang satu itu. 

Rumah adat yang satu ini memiliki banyak tiang pondasi yang saling bersilangan secara vertikal. Karena banyaknya tiang itulah rumah ini disebut rumah kaki seribu. Kira-kira, begini nih bentuknya, Sahabat.

(Gambar: Vibizmedia.com)

Rumah kaki seribu dikenal juga dengan nama Mod Aki Aksa (Igkojei), dan ditinggali oleh warga suku Arfak di Manokwari, Papua Barat. Rumah ini dibangun dengan ketinggian 1-1,5 meter di atas permukaan tanah untuk melindungi penghuninya dari serangan hewan buas. Udara daerah Manokwari yang dingin membuat rumah ini didesain tanpa jendela, sehingga satu-satunya jalan masuk udara adalah melalui pintu.

6.Rumah Pohon

Rumah panggung? Sudah biasa. Tapi kalau rumah yang dibangun di atas pohon?

Rumah adat yang satu ini milik suku Korowai, suku pedalaman asli Papua. Lihat, Sahabat, rumah adat ini ada yang dibangun tinggi sekali di atas pohon.

(Gambar: George Steinmetz)

Ada tiga jenis rumah pohon suku Korowai yaitu xaim (yang paling banyak ditemukan, dibangun dengan ketinggian 3-9 meter di atas tanah), xau (rumah tanpa panggung), dan lu-op (15-35 meter di atas permukaan tanah). 

Suku Korowai sengaja membangun tempat tinggal mereka di atas pohon untuk menghindari gangguan hewan buas dan Laleo. Laleo adalah makhluk jahat yang memiliki bentuk seperti mayat hidup berjalan dan biasa berkeliaran di malam hari. Mungkin mirip zombie, ya, Sahabat. 

Tanah Papua memang kaya akan cerita. Selain kisah unik, ada juga kisah inspiratif. Sahabat bisa kunjungi link ini untuk membacanya.

Referensi:
https://www.gramedia.com/literasi/rumah-adat-papua/
https://gpriority.co.id/mengenal-rumah-xaim-suku-korowai-dibangun-9-meter-dari-tanah/
https://www.ruparupa.com/blog/macam-rumah-adat-papua-beserta-keunikannya/#8_Rumah_Pohon