Kesehatan

Kenapa Gizi Buruk Bisa Terjadi? Berikut Alasannya

gizi buruk

Tubuh mereka bak hanya tulang dibungkus kulit. Perut mereka buncit. Tatapan mereka lemah dengan kesedihan yang menggantung di kedua kelopak mata.

Seharusnya mereka tidak seperti itu. Seharusnya tubuh mereka sehat dan kuat dengan kaki-kaki yang mampu berlari dan bermain ke sana kemari. Seharusnya wajah mereka dihiasi senyuman dan tawa riang.

Jika saja mereka mendapatkan asupan makanan dan gizi yang cukup selama berada dalam kandungan dan ketika pertumbuhan. Sayang sekali, keadaan memaksa mereka tumbuh dengan segala keterbatasan. Yang membuat mereka akhirnya harus hidup dalam jeratan gizi buruk.

Gizi buruk adalah masalah yang sudah menghantui daerah-daerah pedalaman Indonesia sejak lama. Gizi buruk menyebabkan banyak anak terhambat perkembangannya, banyak juga di antara mereka yang mengalami stunting. Masalah ini menyebabkan anak-anak tidak mengalami masa kecil yang menyenangkan seperti selayaknya.

Seseorang dinyatakan mengalami gizi buruk apabila menurut tenaga medis berat dan tinggi badannya tidak sesuai umurnya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya konsumsi energi protein dalam asupan harian. 

Papua dan NTT adalah dua daerah dengan angka gizi buruk tertinggi di Indonesia. Kedua daerah  tersebut sebenarnya sudah lama berusaha melepaskan diri dari cengkraman gizi buruk. Akan tetapi jalan usaha itu masih sangat panjang. Sejauh ini, pemerintah hanya berhasil menurunkan angka gizi buruk sedikit demi sedikit.

Kenyataannya, gizi buruk adalah sebuah fenomena yang begitu rumit dan kompleks untuk diuraikan. Faktor-faktor penyebab gizi buruk pun berkaitan satu sama lain, tak bisa hanya diatasi salah satunya.

Faktor Penyebab Gizi Buruk

1.Faktor Ekonomi

gizi buruk

Faktor ekonomi menjadi faktor utama di balik fenomena gizi buruk. Keterbatasan ekonomi menyebabkan orangtua tidak bisa menyediakan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anaknya. Bagi keluarga dari kalangan kurang mampu, bisa makan saja sudah cukup. Sulit bagi mereka jika harus memerhatikan kandungan gizinya pula.

2.Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya mencakup kebiasaan konsumsi makanan di suatu daerah dan pendidikan orangtua. Di Indonesia, masih ada masyarakat yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan tertentu seperti susu, telur, dan ikan. Padahal ketiganya termasuk ke dalam golongan makanan bergizi dan dibutuhkan oleh anak pada masa tumbuh kembang.

Di Papua, kebanyakan warganya masih bergantung pada hasil ladang. Apa yang tersedia di ladang adalah apa yang mereka makan. Kebiasaan konsumsi ini menyebabkan asupan gizi yang tidak seimbang. Selain gizi yang tidak seimbang, hasil ladang juga seringkali tidak higienis.

Sementara pendidikan orangtua juga termasuk ke dalam faktor yang memiliki efek domino dalam fenomena gizi buruk. Kurangnya pendidikan dapat membuat orangtua tidak bisa mendapat pekerjaan dan tidak bisa mengakses informasi mengenai asupan yang harus dikonsumsi anak pada masa pertumbuhan serta bagaimana pola asuh anak yang baik.

Salah satu pengetahuan terkait pola asuh yang seharusnya dimiliki orangtua adalah kondisi kesehatan anak. Banyak dari mereka yang tidak tahu dan tidak begitu peduli dengan kesehatan anaknya. Sehingga anak-anak baru mendapat pertolongan ketika kondisinya sudah sangat buruk dan berakhir tidak dapat diselamatkan.

Selain asupan makanan dan pola asuh anak, orangtua juga seharusnya punya akses pengetahuan tentang Program Keluarga Berencana (KB). Sebab, mereka biasanya memiliki banyak anak padahal kondisi ekonomi mereka serba kekurangan. Akhirnya, tidak ada dari anak mereka yang gizinya tercukupi. Semuanya makan hanya asal kenyang.

3.Faktor Sanitasi Lingkungan

Selanjutnya, faktor sanitasi lingkungan. Sanitasi yang buruk akan memperburuk kondisi anak yang kekurangan gizi. Ini menjadi masalah besar khususnya di daerah-daerah pedalaman seperti Papua dan NTT. Di Papua terdapat daerah yang berupa rawa-rawa. Penduduknya kebanyakan hanya mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk konsumsi. 

4.Tidak adanya Tenaga Kesehatan

Masalah lain yang turut menjadi faktor penyebab gizi buruk di pedalaman adalah tidak tersedianya tenaga kesehatan yang mumpuni. Kebanyakan puskesmas tidak memiliki dokter, hanya ada perawat. Jika ingin diperiksa dokter, warga harus pergi ke rumah sakit. Padahal warga harus menempuh perjalanan jauh menggunakan perahu untuk sampai ke rumah sakit. Belum lagi fasilitas kesehatan yang juga kurang memadai.

Beberapa kali dokter dikirim untuk mengisi posisi-posisi yang kosong baik di rumah sakit maupun puskesmas. Namun, kondisi di pedalaman seperti Papua dan NTT yang transportasi dan jaringannya sulit menyebabkan tak banyak dari mereka yang bertahan. 

Pemberantasan gizi buruk tidak semudah membalik telapak tangan. Program yang dibuat harus menyeluruh, secara bersamaan menyediakan kebutuhan makanan bergizi, memberikan akses kepada sanitasi yang layak, mengirim tenaga kesehatan, serta meningkatkan pendidikan para orangtua. 

Yang pasti, berkaca pada bagaimana angka gizi buruk berhasil turun dari tahun ke tahun, maka dapat dipastikan gizi buruk bukan mustahil untuk diatasi. Asalkan mau bahu membahu, saling membantu, gizi buruk dapat dihapuskan dari Indonesia.

Sahabat juga bisa, lho, ikut serta dalam usaha menghapuskan gizi buruk. Caranya, Sahabat bisa klik di sini, ya.

Referensi:
https://lokadata.id/artikel/peliknya-gizi-buruk-di-indonesia
https://indonesiabaik.id/infografis/penyebab-klb-campak-dan-gizi-buruk-di-asmat
https://www.republika.co.id/berita/nmxu897/ekonomi-jadi-penyebab-kasus-gizi-buruk