Katanya, Indonesia adalah negara kaya. Sumber daya alam melimpah ruah dimana-mana. Akan tetapi, di ujung timur Indonesia, krisis pangan Papua justru merenggut nyawa.
Ini bukanlah kejadian yang pertama. Warga di berbagai daerah di Papua sudah lama memerangi kelaparan dan gizi buruk. Terutama di Lanny Jaya. Berturut-turut sejak tahun 2019, setiap tahunnya kabupaten ini harus menanggung korban jiwa akibat wabah kelaparan.
Bulan Agustus tahun 2022, korban kembali jatuh. Ratusan warga hanya bisa terdiam meratapi ladangnya yang gagal memberikan hasil panen. Hidup mereka yang masih bergantung pada hasil ladang dan kebun terancam. Tak ada makanan yang bisa dikonsumsi. Empat orang meninggal, tak mampu bertahan di tengah terjangan kelaparan yang menyiksa.
Jika memang bukan yang pertama, mengapa krisis pangan Papua masih tak bisa ditanggulangi? Mengapa tidak ada antisipasi? Apa penyebab wabah kelaparan dan krisis pangan ini?
Melalui tulisan ini, kami akan mengajak Sahabat untuk menilik lebih dalam mengenai krisis pangan yang telah menjadi masalah tahunan di Papua.
Gagal Panen
Wabah kelaparan ini terjadi di Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya. Bencana dimulai ketika pada bulan Juni 2022, terjadi kekeringan. Setelah kekeringan, di daerah tersebut terjadi fenomena embun beku pada tanggal 5 dan 6 Juli.
Akibat fenomena embun beku tersebut, terjadi kekeringan dan gagal panen. 56 hektar lahan perkebunan yang berisi tanaman ubi, keladi, dan sayur rusak. Warga Kabupaten Lanny Jaya yang mengandalkan hasil panen tersebut untuk dikonsumsi sehari-hari hanya bisa bertahan selama satu minggu. Minggu-minggu berikutnya, sudah tidak ada lagi sisa umbi-umbian sehingga kelaparan mulai terjadi di distrik itu.
Sekitar 548 kepala keluarga atau 2.740 jiwa terjebak dalam krisis pangan. Situasi tersebut baru sampai kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua pada tanggal 29 Juli karena sulitnya akses komunikasi dan transportasi. Menurut Kepala BPBD Papua, Distrik Kuyawage hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki berhari-hari atau menggunakan pesawat berbadan kecil.
Akibat krisis pangan dan cuaca ekstrem tersebut puluhan warga terjangkit penyakit dan empat orang meninggal dunia. Dua di antara korban jiwa adalah anak-anak.
Bantuan berupa beras, paket makanan siap saji, pakaian serta selimut kemudian dikirimkan oleh pemerintah untuk mengatasi bencana tersebut. Bantuan tersebut harus dikirimkan dalam 4 tahap karena keterbatasan alat transportasi.
Embun Beku
Krisis pangan yang berujung pada wabah kelaparan di Kabupaten Lanny Jaya, Papua disebut terjadi karena cuaca ekstrem. Puluhan lahan yang ditanami umbi-umbian dan sayur rusak akibat fenomena embun beku. Lantas, apa itu fenomena embun beku?
Embun beku juga dikenal dengan nama embun upas. Menurut peneliti klimatologi dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, embun beku adalah fenomena yang biasa terjadi di daerah pegunungan dan lembah selama musim kemarau di Indonesia. Embun beku di tanaman bisa terbentuk apabila wilayah tersebut memiliki karakteristik topografi yang menyebabkan aliran angin terjebak.
Menurut salah satu warga Distrik Kuyawage, fenomena embun beku ini sudah sering terjadi di sana. Hanya saja, terkadang tidak terlalu parah hingga mematikan seluruh tanaman yang ada. Apabila terjadi embun beku hingga seluruh tanaman mati, perlu dilakukan pemulihan lahan sedikitnya selama 6 hingga 9 bulan.
Selain di Kabupaten Lanny Jaya, daerah lain yang juga pernah mengalami peristiwa embun beku adalah di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Bedanya, di Dieng fenomena ini justru menjadi magnet bagi wisatawan untuk datang berkunjung.
Baca juga : Faktor Penyebab Banyaknya Kasus Gizi Buruk di Papua
Upaya Penanggulangan
Krisis pangan yang melanda Papua sudah terjadi berulang kali. Untuk mencegah hal yang sama kembali terjadi, harus dikerahkan upaya yang sungguh-sungguh. Penanggulangan terhadap krisis pangan mesti dilaksanakan secara sistematis, tidak bisa hanya dengan mengirimkan bantuan instan seperti makanan dan pakaian ketika kelaparan sudah terjadi.
Dosen ilmu pertanian di Universitas Papua, Mulyadi, berpendapat bahwa untuk mengatasi krisis pangan di Papua perlu dilakukan lewat pendekatan sosial budaya. Mulyadi menyatakan permasalahan pangan tidak hanya terjadi karena faktor iklim, melainkan juga faktor masyarakat Papua yang mulai meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal. Salah satunya, hadirnya beras miskin yang mengubah pola konsumsi mereka.
Menurut Mulyadi ada beberapa solusi yang bisa diterapkan. Salah satunya, menetapkan beberapa kampung di Papua sebagai sentra pertanian lumbung pangan lokal dan ketahanan pangan. Lumbung berisi persediaan makanan bisa digunakan sebagai simpanan ketika ladang dan kebun sedang tidak memberikan hasil panen.
Perlu ada penyuluhan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat setempat untuk memaksimalkan hasil panen mereka. Sebisa mungkin penyuluhan dilakukan oleh pemuda setempat agar bisa tetap menjaga kearifan lokal yang ada.
Demi mencegah krisis pangan kembali terjadi di Papua, segala upaya patut untuk dikerahkan dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai ada lagi nyawa saudara kita yang direnggut bencana tersebut.
Sahabat dapat ikut serta dalam usaha memberantas krisis pangan di Papua dengan cara mengunjungi mereka di sini.
Nantikan kabar dan cerita menarik lain dari pedalaman di sini ya, Sahabat.
Referensi:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c10ve871lrjo
https://kbr.id/nusantara/08-2022/warga-kuyawage-lanny-jaya-3-kali-terancam-kelaparan/109182.html
https://tekno.tempo.co/read/1621858/fenomena-embun-beku-di-papua-saat-ini-penelititak-ada-pengaruh-dari-australia